Perjuangan dokter bukanlah sejarah yang biasa. Mungkin pandangan sebagian orang, dokter hanya sebagai perantara penyembuh pasien, dokter hanya profesi umum tuntutan nafkah dan mungkin-bagi mereka dokter hanya pencarian gelar tambahan di depan dan akhir nama. Itu persepsi sebagian orang.
Tetapi film ini menjelaskan sebuah arti yang sangat bermakna. Sebuah perjalanan dokter pada masa yang sangat tidak biasa. Penjelasan secara nyata bahwa dokter bukan hanya profesi semata, melainkan pemeran aktif dari tiga peran; agent of change, agent of development dan agent of treatment.
Sebuah cerita nyata bahwa masa penjajahan bukanlah masa mudah. Masyarakat Indonesia menjadi budak tak berbayar dengan penjajah Belanda yang hanya berpangku tangan, berpesta dan bersuka ria.
Para warga pribumi hanya dapat mengisap jempol, merasakan lelahnya menanam dan memanfaatkan seluruh sumber daya Indonesia menjadi bahan jadi tanpa merasakan hasil akhirnya.
Masa menuai yang seharusnya menjadi kebahagiaan beralih menjadi kesedihan yang tidak dapat mereka ubah. Dari sini mereka memahami bahwa peluh demi peluh bukan lagi keringat tapi rasa takut dan prihatin.
Hari demi hari terus berganti menjadi tahun. Masyarakat Indonesia masih menjadi budak tak berbayar. Bahkan penjajahan semakin menduduki posisi parahnya; masyarakat Indonesia semakin miskin, wabah penyakit semakin menyebar, -lebih dari itu- tangis kekhawatiran hampir tak terdengar lagi.
Bukan karena lelah sudah pergi, tapi karena lelah sudah menjadi makanan setiap hari. Di sini tugas dokter sebagai agent of treatment (agen pencegahan penyakit dan pengobatan) berperan.
Tidak kuat melihat seluruh penyiksaan di depan mata, para generasi muda mulai sadar akan arti juang kemerdekaan. Para dokter merasa semakin risih dengan penjajah Belanda. Sebuah potret awal perjuangan pun dimulai.
Budi Utomo didirikan sebagai wadah perkumpulan yang bersifat kebangsaan. Dari Budi Utomo, organisasi-organisasi lain terus berdiri; Indische Partij, Jong Java, Sumatranen Bond, Indische Vereneging, Syarikat Dagang Islam dan organisasi-organisasi lain yang bersifat kebangsaan juga.
Bukan maksud apa-apa, pada realitanya adalah para tokoh yang memprakarsai pendirian organisasi-organisasi tersebut sebagian besar adalah para dokter.
Hal tersebut membuktikan bahwa dokter bukan hanya profesi tapi agent of change, pembawa perubahan dari masa memprihatinkan (masa penjajahan) menuju masa kemerdekaan yang lebih baik sekaligus agent of development, pembuka jalan bagi kesejahteraan masyarakat.
Tidak hanya sampai pada pendirian organisasi, perlawanan terhadap para penjajah pun terus digencarkan bahkan sampai masa penjajahan Jepang.
Sejarah telah mencatatkan diri sebagai saksi secara diam-diam tentang potret perjuangan para dokter yang ikut serta mempertaruhkan nyawanya dalam melawan penjajah Belanda ataupun Jepang demi satu hal, kemerdekaan.
Tidak sedikit dari para dokter yang gugur di medan tempur, yang tiba-tiba menghilang dan tidak kembali, yang diculik, dipancung, disiksa dan ditembak mati.
Mereka tidak pernah menyesal apalagi menyerah. Dan kenyataan menjawab bahwa perjuangan mereka tidak pernah sia-sia. Kemerdekaan benar-benar nyata dan berdiri di depan mata. Sebuah pembuktian abadi tentang tetesan darah para pahlawan -khususnya dokter- dalam pencapaian kemerdekaan.
Film ini mengajarkan kepada kita arti penting nasionalisme. Tentang identitas nasional, membangun negara berkeadaban dan masyarakat madani.
Identitas nasional, dibuktikan dengan perilaku para dokter (para pahlawan kita) yang tetap berjuang dan rela mempertaruhkan nyawanya demi kemerdekaan.
Mereka tidak memperhatikan siapa anggotanya, dari mana asalnya, apa sukunya, apa agamanya, yang mereka pahami adalah “kami satu identitas, Indonesia”.
Hal tersebut sejalan dengan unsur-unsur pembentuk Identitas Nasional; suku bangsa, agama, kebudayaan dan bahasa. Tidak ada pemisah antara setiap orang karena setiap orang saling terikat dengan sebuah nama yang dikenal dengan Identitas Nasional.
Membangun negara berkeadaban dimaknai dari para pahlawan yang turut ikut serta membangun cita-cita bangsa Indonesia.
Cita-cita tersebut meliputi: Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur, melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia.
Sekarang tinggal tugas kita para generasi penerus bagaimana mempertahankan kemerdekaan yang telah dicapai dan mewujudkan cita-cita para pahlawan yang belum terealisasikan.
Masyarakat Madani, dapat dilihat dari semangat para pahlawan mendapatkan kemerdekaan. Bagaimana para pahlawan mengungkapkan pendapatnya secara toleran demi terwujudnya keadilan sosial, yakni kemerdekaan Indonesia.
Hal tersebut terbukti dengan berdirinya berbagai organisasi yang menyongsong tercapainya kemerdekaan. Konsep yang kita pahami sekarang, perilaku dan sikap para pahlawan merupakan karakteristik masyarakat Madani, yakni: free public sphere (kebebasan berpendapat), demokratis, toleran, pluralisme dan keadilan sosial.
*Mutiara Senja: Menulislah! Kau akan mati, tapi tidak dengan tulisan-tulisanmu.
0 Comments